Konflik
Konflik
berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling
memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial
antara dua orang atau lebih, dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik
dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu
interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri
fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.
Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik
bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan
sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan
integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik. Adapun
pengertian dari konflik organisasi menurut Robbin (1996: 431) mengatakan
bahwa konflik dalam organisasi disebut sebagai The Conflict Paradoks, yaitu
pandangan bahwa di sisi konflik dianggap dapat meningkatkan kinerja kelompok,
tetapi di sisi lain kebanyakan kelompok dan organisasi berusaha untuk
meminimalisasikan konflik. Pandangan ini dibagi menjadi tiga bagian, antara
lain:
Pandangan
tradisional (The Traditional View). Pandangan ini menyatakan bahwa konflik
itu hal yang buruk, sesuatu yang negatif, merugikan, dan harus dihindari.
Konflik disinonimkan dengan istilah violence, destruction, dan irrationality.
Konflik ini merupakan suatu hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk,
kurang kepercayaan, keterbukaan di antara orang-orang, dan kegagalaan
manajer untuk tanggap terhadap kebutuhan dan aspirasi karyawan.
Pandangan
hubungan manusia (The Human Relation View). Pandangan ini menyatakan
bahwa konflik dianggap sebagai suatu peristiwa yang wajar terjadi di dalam
kelompok atau organisasi. Konflik dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat
dihindari karena di dalam kelompok atau organisasi pasti terjadi perbedaan
pandangan atau pendapat antar anggota. Oleh karena itu, konflik harus dijadikan
sebagai suatu hal yang bermanfaat guna mendorong peningkatan kinerja
organisasi. Dengan kata lain, konflik harus dijadikan sebagai motivasi untuk
melakukan inovasi atau perubahan di dalam tubuh kelompok atau organisasi.
Pandangan
interaksionis (The Interactionist View). Pandangan ini cenderung mendorong
suatu kelompok atau organisasi terjadinya konflik. Hal ini disebabkan suatu
organisasi yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis,
apatis, tidak aspiratif, dan tidak inovatif. Oleh karena itu, menurut pandangan
ini, konflik perlu dipertahankan pada tingkat minimum secara berkelanjutan
sehingga tiap anggota di dalam kelompok tersebut tetap semangat, kritis
diri, dan kreatif.
1. Jenis -Jenis Konflik
a. Konflik peranan yang
terjadi didalam diri seseorang (person-role conflict)
b. Konflik antar peranan
(inter-role conflict)
c. Konflik yang
timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intesender
conflict)
d. Konflik yang timbul
karena disampaikannya informasi yang bertentangan (intrasender conflict)
Konflik juga dapat
dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan. Atas dasar hal ini, ada
5 jenis konflik, yaitu:
1. Konflik dalam diri
individu
2. Konflik antar individu
3. Konflik antar individu
dan kelompok
4. Konflik antar kelompok
dalam organisasi yang sama
5. Konflik antar
organisasi
2. Sumber Konflik
a. Kebutuhan untuk
membagi sumber daya yang terbatas,
b. Perbedaan-perbedaan
dalam berbagai tujuan,
c. Saling
ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja,
d. Perbedaan nilai-nilai
atau persepsi,
e. Kemandirian
organisasional, dan
f. Gaya-gaya
individual.
3. Strategi Penyelesaian
Konflik
Ada
beberapa cara untuk menangani konflik yaitu :
a. Introspeksi diri,
b. Mengevaluasi
pihak-pihak yang terlibat, dan
c. Identifikasi
sumber konflik.
Spiegel
(1994) menjelaskan ada lima tindakan yang dapat kita lakukan dalam penanganan
konflik :
1. Berkompetisi: Tindakan
ini dilakukan jika kita mencoba memaksakan kepentingan sendiri di atas
kepentingan pihak lain. Pilihan tindakan ini bisa sukses dilakukan jika situasi
saat itu membutuhkan keputusan yang cepat, kepentingan salah satu pihak lebih
utama dan pilihan kita sangat vital. Hanya perlu diperhatikan situasi menang
kalah (win-lose solution) akan terjadi disini. Pihak yang kalah akan merasa dirugikan
dan dapat menjadi konflik yang berkepanjangan. Tindakan ini bisa dilakukan
dalam hubungan atasan bawahan, dimana atasan menempatkan kepentingannya
(kepentingan organisasi) di atas kepentingan bawahan.
2. Menghindari
konflik: Tindakan ini dilakukan jika salah satu pihak menghindari dari
situsasi tersebut secara fisik ataupun psikologis. Sifat tindakan
ini hanyalah menunda konflik yang terjadi. Situasi menang kalah terjadi
lagi disini. Menghindari konflik bisa dilakukan jika masing-masing pihak mencoba
untuk mendinginkan suasana, mebekukan konflik untuk sementara. Dampak kurang
baik bisa terjadi jika pada saat yang kurang tepat konflik meletus kembali,
ditambah lagi jika salah satu pihak menjadi stres karena merasa masih memiliki
hutang menyelesaikan persoalan tersebut.
3. Akomodasi: Jika
kita mengalah dan mengorbankan beberapa kepentingan sendiri agar pihak
lain mendapat keuntungan dari situasi konflik itu. Disebut juga sebagai
self sacrifying behaviour. Hal ini dilakukan jika kita merasa bahwa kepentingan
pihak lain lebih utama atau kita ingin tetap menjaga hubungan baik dengan pihak
tersebut.
Pertimbangan
antara kepentingan pribadi dan hubungan baik menjadi hal yang utama di
sini yaitu:
1. Kompromi: Tindakan
ini dapat dilakukan jika ke dua belah pihak merasa bahwa kedua hal tersebut
sama-sama penting dan hubungan baik menjadi yang utama.Masing-masing pihak akan
mengorbankan sebagian kepentingannya untuk mendapatkan situasi menang-menang
(win-win solution).
2. Berkolaborasi:
Menciptakan situasi menang-menang dengan saling bekerja sama.Pilihan tindakan
ada pada diri kita sendiri dengan konsekuensi dari masing-masing tindakan. Jika
terjadi konflik pada lingkungan kerja, kepentingan dan hubungan antar pribadi
menjadai hal yang harus kita pertimbangkan.
Motivasi
Motivasi
adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk
melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan.
Motivasi dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
1. Motivasi Fisiologis
2. Motivasi
Psikologis.Teori Organisasi Umum 1 Konflik Organisasi 8/13
Teori Motivasi
1. Teori X dan Teori Y
Mc Gregor
Anggapan-anggapan yang mendasari teori X :
a. Rata-rata para pekerja
itu malas, tidak suka bekerja dan akan menghindarinya bila dapat.
b. Karena pada dasarnya
pekerja tidak suka bekerja, maka harus dipaksa, dikendalikan, dipelakukan
dengan hukuman, dan diarahkan untuk pencapaian tujuan organisasi.
c. Rata-rata para
pekerja lebih senang dibimbing, berusaha menghindari tanggung-jawab, mempunyai
ambisi yang kecil, keamanan drinya di atas segala-galanya.
Anggapan-anggapan yang mendasari teori Y :
a. Usaha fisik dan mental
yang dilakukan manusia dalam bekerja adalah kodrat manusia, sama halnya
dengan bermain atau beristirahat.
b. Rata-rata manusia
bersedia belajar, dalam kondisi yang layak, tidak hanya menerima tetapi mencari
tanggung-jawab.
c. Ada kemampuan
yang besar dalam kecerdikan, kreativitas dan daya imajinasi untuk memecahkan
masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh
karyawan.
d. Pengendalian ekstern
dan hukuman bukan satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian
tujuan organiasasi.
e. Keterikatan pada
tujuan organisasi adalah fungsi penghargaan yang diterima karena prestasinya
dalam pencapaian tujuan itu.
f. Organisasi
seharusnya memberikan kemungkinan orang untuk mewujudkan potensinya, dan tidak
hanya digunakan sebagian.
g. Teori Hirarki
Kebutuhan Maslow
Menurut Maslow ada 5 kebutuhan dasar manusia yang membentuk
hirarki kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan Fisiologis
2. Kebutuhan Keamanan
3. Kebutuhan Sosial
4. Kebutuhan Penghargaan
5. Kebutuhan Aktualisasi
Diri
2. Teori Motivasi
Berprestasi Mc Clelland
Menurut Mc Clelland, seseorang dianggap mempunyai motivasi
prestasi yang tinggi, apabila dia mempunyai keinginan untuk berprestasi lebih
baik dari pada yang lain dalam banyak situasi.
Mc Clelland memusatkan perhatiannya pada tiga kebutuhan
manusia yaitu :
1. Kebutuhan Prestasi
2. Kebutuhan Afiliasi
3. Kebutuhan Kekuasaan
4. Teori Motivasi Dua
Faktor Herzberg
Menurut
Herzberg ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam
organisasi, yaitu pemuas kerja (Job Satisfier) yang berkaitan dengan isi
pekerjaan dan penyebab ketidakpuasan kerja (job dissafisfiers) yang
bersangkutan dengan suasana pekerjaan Satisfiers disebar motivators dan dissatifiers
disebut faktor-faktor yang higienis.